Sebagai salah satu etnis terbesar di dunia, masyarakat Tionghoa menganut banyak kepercayaan, mulai dari Kong Hucu, Buddha, Taoisme, Kristen, hingga Islam. Dengan beragam kepercayaan dan perbedaan daerah tempat tinggal, maka ada banyak sekali budaya dan tradisi Tionghoa, begitu juga dalam hal pemakaman.
Namun, beberapa tradisi pemakaman Tionghoa tradisional sudah mulai ditinggalkan karena dianggap cukup memakan waktu dan biaya. Belum lagi dengan kepercayaan tradisi yang seringkali dianggap bertentangan dengan kepercayaan yang dianut. Lalu, bagaimana tradisi pemakaman Tionghoa secara garis besar? Berikut penjelasannya!
Berikut proses pemakaman ala Tionghoa secara garis besar:
Saat ada anggota keluarga yang meninggal, dalam budaya tradisional biasanya keluarga akan menghubungi ahli feng shui untuk menentukan hari dan waktu pemakaman. Bila belum memiliki lokasi makam, maka ahli feng shui juga akan membantu dalam memilih lokasi yang sesuai dengan energi keluarga dan seimbang dengan alam.
Kemudian, keluarga yang berduka juga melakukan shou ling atau menjaga orang yang meninggal dengan cara bergantian duduk menemani jenazah baik di rumah keluarga, kuil, atau rumah duka selama tiga hingga tujuh hari sebelum pemakaman. Bila fasilitas memadai, anggota keluarga dapat menginap sembari menyiapkan makanan di lokasi yang disebut dengan shouye. Sementara itu, pelayat dapat hadir dengan membawa persembahan, seperti makanan, uang, atau dupa.
Sebagai bentuk penghormatan kepada mendiang, maka peti jenazah tetap dibuka selama upacara pemakaman. Namun di akhir masa kunjungan, peti jenazah akan ditutup. Saat penutupan peti jenazah ini, anggota keluarga harus membalikkan tubuh mereka karena adanya kepercayaan bahwa jiwa orang yang melihat peti jenazah ditutup akan ikut terjebak di peti jenazah. Hal ini juga dilakukan saat peti jenazah diturunkan ke liang lahat.
Kemudian, peti jenazah yang telah ditutup akan dibawa ke pemakaman atau krematorium dengan putra atau cucu tertua memimpin iringan jenazah sembari membawa tempat dupa dan foto terbaik mendiang. Selama proses pemakaman, biasanya akan ada iringan musik yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.
Biasanya, pidato penghormatan terakhir dan doa akan dibacakan dalam proses pemakaman. Namun, doa seringkali tidak dibacakan oleh orang yang berusia lebih tua dibanding mendiang, sehingga pemakaman seorang anak bisa dilakukan dalam hening tanpa suara.
Menurut kepercayaan Tionghoa tradisional, keluarga perlu mengadakan upacara pemakaman yang mewah untuk anggota keluarga yang meninggal dunia. Hal ini karena pemakaman yang mewah dianggap dapat menentukan status sosial seseorang, sehingga keluarga berperan penting saat prosesi pemakaman.
Masa berkabung atau disebut shousang secara tradisional dapat berlangsung selama satu tahun hingga tiga tahun untuk putra sulung. Namun, keluarga Tiongkok modern biasanya hanya menjalankan masa berkabung selama 49 hingga 100 hari dengan berdoa untuk mendiang, mengenakan pakaian berwarna gelap atau kalem, dan tidak menghadiri acara-acara perayaan, seperti pernikahan atau ulang tahun. Di akhir masa berkabung, upacara doa lalu diadakan sebagai tanda bahwa jiwa seseorang akan terlahir kembali (reinkarnasi).
Malam kembang merupakan tradisi pemberian penghormatan terakhir bagi mendiang yang biasanya ditandai dengan penutupan peti jenazah. Malam kembang biasanya dilakukan pada malam hari terakhir sebelum jenazah akan dikremasi atau dikebumikan keesokkan harinya. Pada malam kembang ini, umumnya pihak keluarga akan menjamu para pelayat dengan makanan yang sederhana dan praktis, seperti bubur.
Baik anggota keluarga yang berduka maupun pelayat yang hadir dapat membakar dupa atau kertas dupa selama upacara pemakaman. Kertas dupa dikenal sebagai uang roh atau uang hantu dan dapat berupa rumah kertas, mobil, atau benda-benda lainnya. Dengan membakar kertas-kertas tersebut dipercaya bahwa mendiang akan hidup berkecukupan dan nyaman di akhirat. Selain saat upacara pemakaman, anggota keluarga dapat membakar uang kertas dupa setelah kembali ke makam beberapa hari kemudian atau saat merayakan Ceng Beng.
Selain membakar dupa dan kertas dupa, masyarakat Tionghoa juga memiliki tradisi membanting semangka hingga pecah sebagai pengantar mendiang menuju peristirahatan terakhir. Memecahkan semangka ini dilakukan saat pemakaman, sebelum peti jenazah diturunkan ke liang lahat.
Dengan memecahkan semangka, hal ini dipercaya dapat membawa nasib baik dan memudahkan jalan mendiang di akhirat saat perbuatan baiknya dihitung, karena semangka tersebut dapat diberikan mendiang ke Juikak (Malaikat penjaga neraka). Selain itu, tradisi memecahkan semangka ini juga menandai telah berakhirnya kehidupan manusia di dunia, meski hanya tinggal sedikit masyarakat Tionghoa yang masih melakukan tradisi ini.
Namun, beberapa tata cara dan tradisi-tradisi ini mungkin sudah tidak lagi dijalankan masyarakat Tionghoa yang memeluk agama Kristen ataupun Islam di Indonesia.
Dalam budaya tradisional, pakaian yang dikenakan keluarga dan tamu pemakaman Tionghoa biasanya berupa goni putih dan cokelat polos. Lalu, ikat lengan hitam akan dikenakan oleh seorang putra atau menantu laki-laki. Bila anggota keluarga yang meninggal telah berusia 80 tahun atau lebih dan meninggal karena usia, bukan sebab tidak wajar, maka akan diadakan acara perayaan umur panjang di mana para tamu dapat mengenakan pakaian merah atau merah muda sebagai bentuk kebahagiaan. Namun, kini tak sedikit juga yang mengenakan pakaian hitam saat melayat ke pemakaman Tionghoa.
Ada beberapa perbedaan antara pemakaman masyarakat Tionghoa yang menganut agama Buddha dan Kristen. Akan tetapi, beberapa tradisi kuno di bawah ini mungkin juga sudah ada yang ditinggalkan, ini dia perbedaannya:
Namun, beberapa tradisi di atas mungkin juga sudah mulai ditinggalkan etnis Tionghoa modern, baik yang beragama Kristen maupun Buddha, sehingga tradisi pemakaman dapat berbeda-beda.
Nah, bila Anda mencari pemakaman dengan mempertimbangkan beberapa unsur utama Feng Shui, San Diego Hills tempatnya! Anda pun dapat melangsungkan prosesi pemakaman sesuai tradisi kepercayaan masing-masing di San Diego Hills, termasuk merayakan Ceng Beng. Dapatkan informasi lengkap mengenai San Diego Hills dengan hubungi Helly, Sales Manager San Diego Hills melalui tombol WhatsApp!
Sumber: