Ceng Beng atau Festival Qingming adalah ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur sesuai dengan ajaran Kong Hu Cu. Perayaan ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin. Namun pada umumnya, Ceng Beng dirayakan pada tanggal 5 April atau 4 April di tahun kabisat.
Ceng Beng berasal dari kata “Ceng” yang berarti “bersih” dan “Beng” yang berarti “Terang”. Di mana sebelum ritual Ceng Beng dimulai, pihak keluarga biasanya membersihkan makam leluhur seminggu sebelum pelaksanaan Ceng Beng sesuai dengan kata “Ceng”. Kemudian, Ceng Beng dimulai sejak subuh hingga matahari terbit sebagaimana kata “Beng”.
Di beberapa negara seperti di Tiongkok, Hongkong, Taiwan, hari perayaan Ceng Beng menjadi hari libur nasional. Sementara, masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura juga turut merayakan festival ini. Adapun festival Ceng Beng dikenal dengan berbagai sebutan, yaitu:
Ceng Beng sudah dimulai sejak 500-700 tahun sebelum masehi, atau kurang lebih 2.500 tahun lalu. Tradisi ini lahir dari kisah pada masa Dinasti Jin, di mana putra mahkota Chong’er difitnah oleh salah seorang selir raja sehingga dirinya terpaksa melarikan diri ke gunung bersama pengawalnya, Jie Zhitui.
Saat mereka kelaparan untuk waktu lama karena tidak membawa bekal makanan, Jie memotong daging pahanya sendiri untuk diolah menjadi sup dan diberikan kepada tuannya yang hampir mati. Chong’er merasa sedih melihat pengorbanan pengawal setianya itu, tetapi Jie menghibur sang putra mahkota dan memintanya agar tetap teguh bertahan sampai Chong’er dapat merebut tahta dari selir raja yang telah memfitnahnya dan kembali ke istana.
Setelah bertahan hidup selama tiga tahun di gunung, akhirnya sang selir meninggal dunia. Pasukan tentara kerajaan pun menjemput Chong’er untuk kembali ke istana. Namun, Jie memutuskan untuk tidak ikut dan tinggal bersama ibunya di hutan. Sekembalinya Chong’er ke istana, dirinya kembali mengundang Jie ke istana, tetapi Jie yang telah memilih pensiun tak berhasil di temukan.
Chong’er pun memerintahkan pasukannya untuk membakar hutan dengan harapan Jie keluar dari hutan itu. Sayangnya, Jie dan ibunya justru ditemukan tewas di bawah pohon willow dalam kebakaran tersebut. Chong’er merasa sangat sedih dan menyesal karena pengawal setianya justru meninggal akibat keinginannya. Untuk menebus rasa bersalahnya, ia pun mendirikan sebuah kuil untuk menghormati pelayan setianya itu dan rakyat diminta berhenti menyalakan api ntuk memasak selama sebulan untuk menghormati Jie. Hari tersebut diperingati sebagai hari Hanshi atau Perayaan Makanan Dingin.
Pada periode kerajaan Tiongkok berikutnya, tradisi mengenang Jie ini dikurangi menjadi tiga hari agar tidak memakan korban pada musim dingin. Pelaksanaan Hanshi ini kemudian juga digeser ke pertengahan musim semi bersamaan dengan upacara Qingming (Ceng Beng) yang dilakukan untuk mengingat dan menghormati nenek moyang, sebab pada zaman itu masyarakat dinilai terlalu sering melaksanakan upacara bagi para leluhur dan biayanya yang mahal menyusahkan diri mereka sendiri. Akan tetapi, lama-kelamaan peringatan Hanshi mulai memudar dan hanya tradisi Ceng Beng yang masih bertahan hingga sekarang.
Perayaan Ceng Beng merupakan upacara yang sangat penting bagi etnis Tionghoa, khususnya petani. Perayaan ini biasanya dilakukan dengan berdoa, menyapu pusara, serta bersembahyang dengan makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan berbagai aksesori lainnya sebagai bentuk persembahan kepada nenek moyang. Di hari perayaan tersebut, biasanya masyarakat Tionghoa juga melakukan tamasya bersama keluarga atau mulai membajak sawah pada musim semi. Kegiatan yang tidak kalah popular adalah dengan menerbangkan layang-layang dalam berbagai bentuk Binatang atau karakter Opera Cina.
Di Indonesia sendiri, pada hari perayaan Ceng Beng pihak keluarga akan membawa aneka sajian, Kim Cua atau benda untuk dibakar yang dipercaya akan menjadi milik arwah di alam baka, atau sekadar karangan bunga untuk sembahyang sambil memanjatkan doa bersama-sama. Tradisi ini sekaligus menjadi momen kebersamaan keluarga yang tinggal berjauhan karena anggota keluarga yang merantau akan pulang kampung untuk merayakan festival ini. Tidak heran bila di beberapa daerah di Indonesia yang memiliki banyak pemakaman Tionghoa akan ramai pengunjung di hari-hari menjelang Ceng Beng, termasuk di San Diego Hills.
Nah, bagi Anda yang ingin merayakan Ceng Beng di San Diego Hills, tak perlu bingung, karena Garden of Prosperity and Joy atau Bai Fu Le Yuan dilengkapi dengan tempat beribadah atau sembahyang dan tempat berhikmat yang memiliki sifat peringatan. Apalagi, San Diego Hills juga dilengkapi dengan fasilitas keluarga seperti kolam renang hingga restoran keluarga yang dapat Anda nikmati setelah berziarah.
Jadi, sudahkah siapkah Anda merayakan Ceng Beng di San Diego Hills? Untuk informasi selengkapnya mengenai San Diego Hills, silakan hubungi Helly selaku Sales Manager San Diego Hills dengan klik tombol WhatsApp sekarang!
Sumber: